Senin, 19 Oktober 2015

SALEP

Salep


A.     Pengertian Salep


      Menurut farmakope Indonesia Edisi III: Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunaka untuk pemakaian luar. Menurut farmakope edisi IV sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Menurut DOM Salep adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting. Menurut Scoville s salep terkenal pada daerah kulit dan tebal, salep kental dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan. Menurut Formularium Nasional salep adalah Sedian berupa masa lembek, mudah dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep tidak dapat tengik. Kecuali dinyatakan lain harga bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotika adalah 10% (Anief, 2005).
Kerugian salep misalnya pada salep basis hidrokarbon
  • Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
  • Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.
  • Sedangkan pada basis lanonin, kekurangan dasar salep ini adalah kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan antibiotik dan bahan-bahan lain yang kurang stabil dengan adanya air.
Keuntungan salep misalnya salep dengan dasar salep lanonin yaitu, meskipun masih memiliki sifat-sifat lengket yang kurang menyenangkan, tetapi memiliki sifat yang lebih mudah tercuci dengan air dibandingkan dasar salep berminyak.

Fungsi salep adalah:
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan
    rangsang kulit (Anief, 2005).

Persyaratan salep menurut FI ed III
a. Pemerian tidak bisa tengik.
b. Harga, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat keras atau narkotika, harga bahan obat adalah 10%.
c. Kebijakan salep
d. Homogenitas, Jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
e. Penandaan, pada etiket harus tertera "obat luar" (Syamsuni, 2005).

Salep yang baik memiliki sifat - sifat sebagai berikut:
1. Stabil: baik selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian. Stabilitas terkait dengan
    kadaluarsa, baik secara fisik (bentuk, warna, bau, dll) maupun secara kimia (kadar / kandungan zat
    aktif yang tersisa). Stabilitas dipengaruhi oleh banyak factor, seperti suhu, kelembaban, cahaya,
    udara, dan lain sebagainya.
2. Lunak: meskipun salep pada umumnya digunakan pada daerah / wilayah kulit yang terbatas, namun
    salep harus cukup lunak sehingga mudah untuk dioleskan.
3. Mudah digunakan: supaya mudah dipakai, salep harus memiliki konsistensi yang tidak terlalu kental
   atau terlalu encer. Bila terlalu kental, salep akan sulit dioleskan, bila terlalu encer maka salep akan

   mudah mengalir / meleleh ke bagian lain dari kulit.
4. Protektif: salep - salep yang diberikan untuk protektif, maka harus memiliki kemampuan melindungi
    kulit dari pengaruh luar misal dari pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.
5. Memiliki basis yang sesuai: basis yang digunakan harus tidak menghambat pelepasan obat dari basis,
    basis harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan efek samping lain yang tidak diinginkan.
6. Homogen: kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga diperlukan upaya / usaha agar
    zat aktif tersebut dapat terdispersi / tercampur merata dalam basis. Hal ini akan terkait dengan efek
    terapi yang akan terjadi setelah salep diaplikasikan (Saifullah, 2008: 63, 64).

 Suatu dasar salep yang ideal memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Tidak menghambat proses penyembuhan luka / penyakit pada kulit tersebut.
2. Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
3. Tidak merangsang kulit.
4. Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
5. Stabil dalam penyimpanan.
6. tercampur baik dengan bahan bergizi.
7. Mudah melepaskan bahan bergizi pada bagian yang diobati.
8. Mudah dicuci dengan air.
9. Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
10. Mudah diformulasikan / diracik

Kualitas dasar salep meliputi:
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi, inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Kebijakan salep tidak dapat merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep padat atau cair pada pengobatan (Anief, 2005).

Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan dasarnya dan formularium nasional antara lain:  
Menurut konsistensi, salep di bagi:

a)       Unguenta: Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak mencair pada suhu biasa,
          tetapi mudah dioleskan

b)       Krim (cream): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit, suatu tipe yang dapat
          dicuci dengan air.

c)       Pasta: Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk) berupa suatu salep tebal karena
          merupakan penutup / pelindung bagian kulit yang diolesi.

d)       Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang tinggi sehingga
          konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).
e)       Gelones / spumae / jelly: Salep yang lebih halus, umumnya cair, dan sedikit mengandung atau
          tidak mengandung mukosa; sebagai pelicin atau basis, biasanya berupa campuran sederhana
          yang terdiri dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah. Contoh: starch jelly (amilum 10%
          dengan air mendidih).


       Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya:
a)       Salep epidermik (epidermic ointment, salep penutup)
Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk meredakan rangsangan / anestesi lokal; tidak diabsorbsi; kadang-kadang ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep ini adalah senyawa hidrokarbon.
b)       Salep endodermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi tidak melalui kulit; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
c)       Salep diadermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa merkuri iodida atau belladona.

     

      Menurut dasar salepnya:
a)       Kebijakan salep hidrofobik.
Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya berlemak (greassy bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam.

b)       Kebijakan salep hidrofilik.
Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya memiliki dasar salep tipe o / w.

B.      Bahan Dasar Pembuatan salep
Salep dasar adalah zat pembawa dengan massa lembek, mudah dioleskan, umumnya berlemak, dapat digunakan bahan yang telah memiliki massa lembek atau zat cair, zat padat yang sebelumnya diubah menjadi massa yang lembek. Jika dalam komposisi tidak disebutkan salep dasar, maka dapat digunakan vaselin putih. Jika dalam komposisi disebutkan salep kebijakan yang cocok.
Pemilihan salep kebijakan yang diinginkan harus disesuaikan dengan sifat obatnya dan tujuan penggunaannya.

·          1.  Salep Dasar-I
Salep dasar -I umunya digunakan vaselin putih, vaselin kuning, campuran terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih, campuran terdiri dari 50 bagiian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning atau salep dasar lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau campuran Parafin cairr dan Parafin padat. Salep dasar-I sangat lengket pada kulit dan sulit dicuci; agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah yang sesuai.
·          2.  Salep Kebijakan-II
Salep Kebijakan-II umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak bulu domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian kolesterol, 30 bagian stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860 bagian vaselin putih, atau salep dasar sampah lainnya yang cocok. Salep dasar-II mudah menyerap air.
·          3.  Salep Kebijakan-III
Salep dasar-III dapat digunakan ca, puran yang terdiri dari 0,25 bagian Metil paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat, 120 bagian Propilenglikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih dan air secukupnya sampai 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok. Salep dasar-III mudah dicuci.
·          4.  Salep Kebijakan-IV
Salep dasar-IV dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian poliglikol 1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol secukupnya sampai 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.
Berdasarkan komposisi dasar salep dapat digolongkan sebagai berikut:
     Kebijakan salep hidrokarbon, yaitu terdiri dari antara lain:
-           Vaseline putih, Vaseline kuning.
-           Campuran Vaseline dengan malam putih, malam kuning.
-           Parafin encer, Parafin padat.
-           Minyak tanaman
     Kebijakan salep serap, yaitu dapat menyerap air terdiri antara lain:
-           Adeps lanae
-           Unguentum Simplex

C.     Cara Pembuatan
Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke dalam salep dasar.
Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;
  • Metode pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase yang homogeny.
  • Metode Triturasi: zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis
Ketentuan lain;
  • Zat yang dapat larut dalam basis salep: (camphora, Menthol, Fenol, Thymol, Guaiacol) àmudah larut dalam minyak lemak (vaselin) zat berkhasiat + sebagian basis (sama banyak) àdihomognekanàditambah sisa basis
  • Zat yang mudah larut dalam air dan stabil: Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
  • Salep yang dibuat dengan peleburan
-           Dalam cangkir porselen
Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya (air ditambahkan
terakhir)
-           Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh harus dikolir
      (disaring dengan kasa) àdilebihkan 10-20%

Cara pembuatan salep ditinjau dari khasiat utamanya dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
·          Zat padat
a.        Zat padat dan larut dalam dasar salep.
1.       Camphorae
-           Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salet tertutup (jika tidak dilampaui
       daya larutnya).
-           Jika dalam resepnya ada minyak lemak (Ol. Sesame), camphorae dilarutkan lebih dahulu dalam
       minyak tersebut.
-           Jika dalam resep ada salol, lampu, atau zat lain yang dapat mencair jika dicampur (karena
       penurunan titik eutektik), Camphorae dicampurkan supa mencair, baru ditambahkan dasar
       salepnya.
-           Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahlu dengan eter atau alkohol
       95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.


2.       Pellidol
-           Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama dengan dasar salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring, pellidol ikut disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya sebanyak 20%).
-           Jika pollidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus dengan dasar salep yang
       sudah dicairkan.



3.        Lodium
-           Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
-           Larutkan daalam larutan pekat KI atau Nai (seperti pada Unguentum Iodii dari Ph. Belanda V).
-           Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar salepnya.

b.       Zat padat larut dalam air
1.       Protargol
2.       Colargol
3.       Argentums nitrat (Agno 3)
Zat ini tidak bisa dilarutkan dalam air karna akan meninggalkan bekas noda hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag 2 O, kecuali pada resep obat wasir.

4.       Fenol / fenol
Fenol dalam salep tdak dilarutkan karna akan menimbulkan rangsangan atau mengiritasi kulit dan juga tidak bisa diganti dengan penol liquidfactum.
c.        Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak bisa dilarutkan dalam air, yaitu:
1.       Argentums nitrat
2.       Fenol
d.       Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep.
1.       Ichtyol
2.       Balsam-balsem dan minyak yang mudah menguap
3.       Air
4.       Gliserin
5.       Marmer album
e.        Zat padat tidak larut dalam air

Umumnya dibuat serbuk halus lebih dahulu.
·          Zat Cair (Sebagai pelarut bahan obat)
1.       Air
-           Terjadi reaksi
-           Tak terjadi reaksi
2.       Spiritus / etanol / alcohol
-           Total sedikit
-           Jumlah banyak
3.       Cairan kental
Umumnya dimasukkan sedikit demi sedikit. Misalnya: gliserin, pix lithantratis, pix liquida, balsam Peruvianum, ichtyol, kreosot.
·
  • sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada pakaian serta sulit tercuci oleh air sehingga sulit dibersihkan dari permukaan kulit.
  • Hal ini menyebabkan penerimaan pasien yang rendah terhadap basis hidrokarbon jika dibandingkan dengan basis yang menggunakan emulsi seperti krim dan lotion.

Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;
  • Metode pelelehan
zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan diaduk sampai membentuk fase yang homogen
  • Metode Triturasi
zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan penambahan sisa basis
Ketentuan lain;
  • Zat yang dapat larut dalam basis salep
(Camphora, Menthol, Fenol, Thymol, Guaiacol) àmudah larut dalam minyak lemak (vaselin)
Zat berkhasiat + sebagian basis (sama banyak) àdihomognekanàditambah sisa basis
  • Zat yang mudah larut dalam air dan stabil
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air,
  • Salep yang dibuat dengan peleburan
- Dalam cangkir porselen
- Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya (air ditambahkan terakhir)
- Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran, maka masa salep yang meleleh harus dikolir (disaring dengan kasa) àdilebihkan 10-20%.
Masalah inkompatibilitas obat (tidak tercampurkannya suatu obat), yaitu pengaruh-pengaruh yang terjadi jika obat yang satudicampurkan dengan yang lainnya.Inkompatibilitas obat dapat dibagi atas 3 golongan:

         I  I nkompatibilitas terapeutik.
Inkompatibilitas golonganini memiliki arti bahwa bila obat yang satu dicampur / dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami perubahan-perubahan demikian rupa sampai sifat kerjanya dalamtubuh (in vivo) berbeda dari yang diharapkan. Hasilkerjanya kadang-kadang menguntungkan, namun dalambanyak hal justru merugikan dan bahkan dapat berakibat fatal.Sebagai contoh: Absorpsi dari tetrasiklin akan terhambat bila diberikanbersama-sama dengan suatu antasida (yang mengandungkalsium, aluminium, magnesium atau bismuth). Fenobarbital dengan MAO inhibitors menimbulkan efek potensiasi daribarbituratnya. Kombinasi dari quinine dengan asetosal dapatmenimbulkan chinotoxine yang tidak dapat bekerja lagiterhadap malaria.
Mencampur hipnotik dan sedatif dengankafein hanya dalam perbandingan tertentu saja rasionil.Pun harus diperhatikan bahwa mengkombinasikan berbagaiantibiotik tanpa indikasi bakteriologis yang layak sebaiknyatidak dianjurkan

II. I nkompatibilitas fisika.
Yang dimaksudkan di sini adalah perubahan-perubahan yang tidak diinginkan yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa terjadiperubahan-perubahan kimia. Meleleh atau menjadi basahnya campuran serbuk.²Tidak dapat larut dan obat-obat yang saat disatukantidak dapat bercampur secara homogen.²Penggaraman (Salting out) .²Adsorpsi obat yang satu terhadap obat yang lain.

III.I nkompatibilitas kimia
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran obat yang disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia / interaksi.Termasuk di sini adalah: Reaksi-reaksi di mana terjadi senyawa baru yang mengendap. Reaksi antara obat yang bereaksi asam dan basa. Reaksi yang terjadi karena proses oksidasi / reduksi maupunhidrolisa. Perubahan-perubahan warna.²Terbentuknya gas dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar